Recent Comments

makalah mahabbah

KATA PENGANTAR


            Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat & rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas“ rabiah al-adawiyah dan ajarannya tentang mahabbah “ dengan sebaik-baiknya.
            Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada  dan kepada pihak-pihak lain yang membantu menyelesaikan laporan ini.
“Tak ada gading yang tak retak”, begitu pula laporan yang kami buat ini banyak mempunyai kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca akan kami tampung sebagai acuan kami agar menjadi lebih baik. Semoga dengan adanya laporan ini dapat menambah wawasan anak bangsa dan meningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.




























Banjarmasin,   18 september  2012

Penyusun









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………......………………………………………………………………………………...      i
DAFTAR ISI……………….…………………………………………………………………………………………….……………..........      ii
BAB    I      PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah ..............…………………………………………......................................       1
BAB    II    PEMBAHASAN
  A.     Biografi Rabi’ah al-Adawiyah…………………………………………………………………….…..      2
             B.    Ajaran Tasawuf Rabi’ah al-Adawiya...................................................... …………     3

BAB  III PENUTUP
A.   KESIMPULAN........................................................................................................     4
DAFTAR PUSTAKA……………....................................................... ......……………………………………………      5



























BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aku mengabdi kepada Tuhan tidak untuk mendapatkan pahala apa pun. Jangan takut pada neraka, jangan pula mendambakan surga. Aku akan menjadi abdi yang tidak baik jika pengabdianku untuk mendapatkan keuntungan materi. Aku berkewajiban mengabdi-Nya hanya untuk kasih sayang-Nya saja. Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka, bakarlah aku di dalamnya. Jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga.
campakkanlah aku darinya. Tetapi jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi kepadaku.
Ratusan tahun lalu sufi besar, Rabiah Al Adawiyah, mengungkapkan kalimat bijak yang kemudian dikenal sebagai konsep ‘Mahabbah’-nya itu. Bukan apa-apa, memang. Bagi Rabiah, ibadah dilakoninya semata kasih sayang Tuhan kepada dirinya. Kasih sayang itu, kata Rabiah, mutiara paling berharga bagi manusia, jika saja manusia itu mengetahui rahasia di baliknya.
Islam memuat tiga dimensi dasar yang harus dimiliki setiap muslim, yaitu iman, Islam dan ihsan. Para ulama yang berjasa mempertahankan kesucian agama Islam juga dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar. Kelompok pertama bertugas memelihara dan mempertahankan kedudukan dasar-dasar iman. Kelompok kedua bertugas menjaga kedudukan Islam dan pokok-pokok ajarannya. Sedangkan yang ketiga adalah kelompok penjaga kedudukan ihsan.
Makalah ini mencoba membahas kelompok ketiga, yang biasa dikenal sebagai para sufi, dengan ajaran tasawufnya. Khususnya ajaran sufi perempuan Rabi’ah al-Adawiyah tentang Cinta Illahi.
Ciri utama para sufi ialah usahanya yang gigih untuk mencapai puncak makrifat, hingga pada “pertemuan” dengan Allah. Untuk tujuan itu timbullah berbagai usaha merintis jalan untuk mencapainya. Pada mulanya zahid Hasan Basri menempuh zuhud dengan jalan khauf. Kemudian oleh Rabi’ah al-Adawiyah, khauf ditingkatkan pada cinta Illahi yang banyak mewarnai para sufi di zaman-zaman selanjutnya.
Dalam perkembangan zuhud terdapat dua golongan zahid. Satu golongan zahid meninggalkan kehidupan dunia serta serta kesenangan material dan memusatkan perhatian pada ibadah karena didorong oleh perasaan takut akan masuk neraka di akhirat kelak. Tuhan dipandang sebagai suatu dzat yang ditakuti, dan perasaan takutlah yang menjadi pendorong mereka. Satu golongan lain didorong oleh perasaan cinta kepada Tuhan. Bagi mereka, Tuhan bukanlah dzat yang harus ditakuti dan dijauhi, namun harus dicintai dan didekati. Maka mereka meninggalkan kehidupan duniawi dan banyak beribadah karena ingin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Kalangan sufi yang termasuk dalam kalangan ini adalah Rabiah al-Adawiyah, dengan konsep pemikiran tasawufnya yaitu mahabbah illahiyah (kecintaan kepada Tuhan). Seorang wanita sufi dari Basrah yang terkenal dengan ibadah dan kedekatannya dengan Allah Swt dengan memasukkan konsep kecintaan terhadap Tuhan dalam dunia tasawuf.
Cinta yang tumbuh karena cerahnya mata batin dalam melihat kemakhlukan diri, serta kesadaran akan kasih sayang Allah yang selalu dirasakan tak pernah berhenti membelai dirinya. Begitu dalam cinta tersebut sehingga kadang merasa mampu bersatu dengan Tuhan. Rabi’ah sendiri menolak lamaran karena tidak mau membagi cintanya kepada selain Allah, sehingga dia disebut Perawan Suci dari Basrah.


BAB II

PEMBAHASAN

A.     Biografi Rabi’ah al-Adawiyah
Menurut Ibnu Khalikan, nama lengkap Rabi’ah al-Adawiyah adalah Ummul Khair Rabi’ah binti Isma’il al-Adawiyah al-Qisiyah. Dia dilahirkan sekitar awal abad kedua Hijrah di kota Basrah Iraq. Para ahli sejarah mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tahun dimana Hasan Bashri memulai mengadakan majlis ta’limnya. Peristiwa itu terjadi pada tahun 95 H atau 96 H. 5 Yang kemudian dikutip oleh  Margaret Smith dalam disertasinya  yang berjudul Rabi’ah the Mystic & Her Fellow – Saints in Islam, yang menulis bahwa Rabi’ah mungkin lahir sekitar tahun 95-99 H di Bashrah, di mana ia banyak menghabiskan kehidupannya di sana.  Dalam Ensiklopedi Islam, ditulis bahwa Beliau lahir tahun 95 H/713 M. [1]
              Ayah Rabi'ah wafat saat ia menginjak remaja. Beberapa waktu kemudian wafat pula ibunya, sehingga Rabi'ah merasakan kepahitan hidup sebagai yatim piatu yang sempurna, Kedua orang tuanya tidak meninggalkan harta apapun, sehingga penderitaan Rabi'ah semakin bertumpuk, tidak merasakan cinta dan kasih sayang kedua orang tuanya. Ketika kota Bashrah mengalami kemarau, Rabi'ah Adawiyah dan saudara-saudaranya meninggalkan gubuk, menyusuri jalan mencari sesuap nasi. Nasib memisahkan Rabi'ah dengan saudara-saudaranya.
Musibah yang bertubi-tubi malah menjadi motivasi bagi Rabi'ah untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. sebab dengan ibadah itulah ia dapat melupakan semua penderitaan dan kesengsaraan yang dialami. Penderitaan lahir batin ia lalui dengan penuh kesabaran dan tawakal kepada Allah. Ia senantiasa bermunajat, bertasbih dan beristighfar. Saat munajat kepada Allah, air matanya mengalir dari kelopak sucinya. Ia tidak memohon kepada Allah untuk membebaskannya dari siksaan yang ia hadapi, tetapi ia hanya ingin mengetahui satu hal, apakah Tuhannya telah ridha kepadanya, ataukah tidak ridha ? Rabi'ah Adawiyah tidak menginginkan apapun selain keridhaan dari Allah. [2]
B.     Ajaran Tasawuf Rabi’ah al-Adawiyah
Ajaran-ajaran Rabi'ah tentang tasawuf dan sumbangannya terhadap perkembangan sufisme dapat dikatakan sangat besar. Rabi'ah memang identik dengan “cinta” dan “air mata”, identik dengan citra dan kesucian.











1. Mahabbah
Mahabbah (rasa cinta) adalah keinginan untuk memberikan barang yang terbaik yang dimilikinya yakni hatinya, kepada kekasih. Cinta adalah kesatuan niat, kemauan dan cita-citanya dengan sang kekasih. [3]  
Cinta (mahabbah) kepada Allah adalah tujuan puncak dari jenjang-jenjang sufisme. Di dalamnya terkandung unsur Kepuasan Hati (ridha), Kerinduan (syauq), dan Keintiman (uns). Ridha mewakili – pada satu sisi – ketaatan tanpa disertai adanya penyangkalan, dari seorang pecinta terhadap kehendak Yang Dicinta, syauq adalah kerinduan sang pecinta untuk bertemu dengan Kekasih, dan uns adalah hubungan intim yang terjalin antara dua kekasih spiritual itu. Dari tahap cinta ini seorang ahli akan langsung meraih ma’rifat, dimana ia akan mampu menyingkap keindahan Allah dan menyatu dengan-Nya, suatu penyatuan yang terjadi bukan hanya di dunia saja, tetapi abadi hingga kehidupan akhirat. [4]
. Sikap cinta kepada dan karena Allah semata ini misalnya tergambar dalam sya’ir Rabi’ah sebagai berikut :
Wahai Tuhanku, jika aku menyembah-Mu, karena takut dari siksa  neraka-Mu ,maka bakarlah diriku dengan api itu. Dan jika  menyembah-Mu karena mengharapkan masuk ke surga-Mu, maka haramkanlah surga itu dari diriku. Namun , jika aku menyembah-Mu,karena cinta kepada-Mu, maka berikanlah balasan-Mu yang besar itu kepadaku. Izinkan aku menyaksikan wajah-Mu Yang Agung dan Mulia. [5]  

Ada pun cinta rindu, ku sibukan diriku dengan senantiasa mengingat-Mu
Adapun cinta karena engkau layak di cinta,
Engkau singkapkan hijab hingga aku melihat-Mu
Namun, tak ada pujian dalam ini dan itu
Sengaja puji hanyalah untukMu dalam ini dan itu
Sungguh ganjil,engkau mengaku mencintai Allah
Tapi masih saja kau menentangNya
Jika engkau memang mencintai Allah, lakukan  kehendak-Nya
Sebab, mencintai seseorang berarti mengabulkan kehendaknya

Aku cinta kepada-Mu dengan dua macam cinta,
Cinta rindu dan cinta karena Engkau layak di cinta










  BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kecintaan (Mahabbah) Rabi’ah terhadap Allah menjadi sebuah hal yang tak terlukiskan. Apa yang dilakukannya sebetulnya merupakan ikhtiar seorang manusia untuk membiasakan diri ‘bertemu’ dengan penciptaNya. Disitulah ia memperoleh kehangatan, kesyahduan, kepastian dan kesejatian hidup. Sesuatu yang kini dirindukan oleh banyak orang. Menjadi pemuja Tuhan adalah obsesi Rabiah yang tidak pernah mengenal tepi dan batas. Tak heran jika dunia yang digaulinya bebas dari perasaan benci. Seluruhnya telah diberikan untuk sebuah pengejaran cinta yang agung dari Penciptanya.
Ketika, kini, uang dan harta, tahta dan wanita, jabatan dan kedudukan, begitu didamba oleh banyak orang dan dipuja sebagai sumber kebahagiaan hidup, akankah kita ikut terlarut dalam euphoria cinta “salah kaprah” ini? Ketika Rabi’ah begitu jatuh bangun mengejar cinta Penciptanya, bersediakah kita jatuh bangun untuk mengejar Uang yang adalah benda mati ciptaan kita sendiri? Jawabannya ada pada hakekat tujuan hidup kita masing-masing.
Akhirnya  pemakalah berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi diri pemakalah sendiri. Saya sadar, makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena keterbatasan ilmu yang saya miliki. Untuk itu saran dan kritik demi kemajuan dan perbaikan makalah ini sangat diharapkan. 


























DAFTAR PUSTAKA

  Qandil Abdul Mun’im, Figur Wanita Sufi : Perjalanan Hidup Rabi’ah Al Adawiyah,              Surabaya, 1933.
  AJ. Siraaj, A.H. Mahmoud, Perawan Suci dari Basrah : Jenjang Sufisme Rabi’ah Adawiyah, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2003.
  Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 4, Cet. 4, Ichtiar Baru, Jakarta, 1997.
   Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazami, Sufi Dari Zaman ke Zaman : Suatu Pengantar Tentang Tasawuf , Pustaka, Bandung, 1985.
  Smith Margaret, M.A., Ph.D., Rabi’ah : Pergulatan Spiritual Perempuan, Risalah Gusti, Surabaya, 1997.




[1]AJ. Siraaj, A.H. Mahmoud, Perawan Suci dari Basrah : Jenjang Sufisme Rabi’ah Adawiyah, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2003, hal 137
2Abdul Mun’im Qandil, Figur Wanita Sufi : Perjalanan Hidup Rabi’ah Al Adawiyah, Surabaya, 1933, hal. 1.


[3]Dr. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazami, Sufi Dari Zaman ke Zaman : Suatu Pengantar Tentang Tasawuf , Pustaka, Bandung, 1985, hal.83.
[4] AJ. Siraaj, A.H. Mahmoud, Op.Cit., hal. 10-11.
[5] Lihat, Dr. Javad Nurbakhsh, Sufi Women,  Khaniqahi-Nimatullahi Publications, New York, 1983, hal. 31.

Share this Article on :

2 komentar:

Unknown mengatakan...

makasih atas blog nya sangat bermanfaat.

kahfi mengatakan...

ia sama2 ,, makasih juga atas kunjungannya

Posting Komentar

 

© Copyright kahfie.com 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.